4.6.10

Nama Panjang Pacarku


NAMA  PANJANG PACARKU

             “Uke, anak SMU Harapan Bangsa I,” kataku pasti menjawab pertanyaan Dodi siang tadi.
            Ketika teman- temannya mulai membahas pacar, Dodi memang tampak selalu menggebu-gebu. Mungkin karena predikat playboy-nya itu ya, jadi dia takut bila ada saingan. Terlebih bila tahu temannya punya pacar yang lebih cantik dari pacar-pacarnya.
            Setelah 4 bulan lebih aku jalan bareng dengan anak sekolah sebelah itu. Yahhh.. kayak normalnya pacaran, ada saja suka dukanya. Mulanya kami bertemu di acara kemah persahabatan antara sekolahku dengan sekolah Uke. Dengan isyarat cinta, kami berdua dipertemukan. Nggak tahu apa yang membuat kami sebegitu dekatnya. Dengan PDKT selama kurang lebih 1 bulan, lewat acara-acara Pramuka, akhirnya aku berani menyatakan semua isi hatiku pada Uke.
            Hari-hari serasa sangat indah bersama Uke. Gadis manis berambut panjang itu berhasil mengambil seluruh isi hatiku. Aku yakin Uke adalah tipe cewek setia. Bagiku, saat Uke tak berada di sampingku, aku tak ubahnya burung tanpa sayap yang tak bisa terbang untuk menatap indahnya alam. Puitis ya?
            Uke telah mengubah diriku, luar dan dalam. Mataku yang dulu buta dengan yang namanya cinta, sekarang telah terbuka lebar. Hatiku yang dulu beku, sekarang telah mencair karena kehangatan cinta Uke. Yach... sejak ada Uke, aku telah benar-benar berubah. Uke adalah segalanya bagiku. Tiap helaan nafasku, selalu terhembus namanya. Seperti malam ini, aku terus memandangi wajah maya Uke yang terpampang di bingkai mungil di hadapanku. Di sudut foto itu, Uke mengukir tanda tangan dan nama akrabnya dengan indah.
            Hanya saja, di sekian lama kebersamaan itu, ada satu yang buatku heran, setiap kali kutanya nama panjangnya, Uke pasti berkelit dengan mengalihkan pembicaraan kami. Tapi itu bukanlah soal yang berat bagiku. Nama bukanlah halangan untuk manjalin cinta. Suatu saat pasti Uke mengatakan kepadaku, siapa nama panjangnya.
            ” Pacarmu itu nama panjangnya siapa sih?”
Nah, Pertanyaan dari teman- teman yang kayak gini nih yang sering membuatku risih. Kupikir, kenapa juga mereka tanya-tanya. Toh mereka nggak ada perlunya mengetahui nama panjang seseorang. Ah, mereka nggak tahu makna cinta yang sebenarnya sih, makanya hal sepele seperti itu pun ditanyakan.
            Jika aku balik tanya, mereka pasti menjawab bahwasanya mereka hanya ingin tahu yang mana pacarnya Angga. Dan, payahnya nih, kalau jawabanku cuman gelengan kepala, pasti mereka serempak menertawakanku. Mereka bilang, aku bukan orang yang bisa memahami betul asal-usul pacarnya sendiri. Masak, nama pacarnya sendiri aja nggak tahu.
            Lama- lama aku sadar, betul juga sih. Kalau dipikir-pikir memang seharusnya aku tanya saja kepada Uke, siapa nama panjangnya sebenarnya. Maka dari itu, aku memutuskan untuk bertanya.
            Sudah kuputuskan, siang ini juga aku harus menanyakan nama panjang Uke. Karenanya, sepulang sekolah, aku sengaja mampir ke rumahnya. Kuparkir sepeda motor di depan rumah Uke yang rindang oleh tanaman-tanaman hias dengan bunganya yang bermekaran. Ah, pasti tangan-tangan mungil kekasihku yang telah membuat segalanya menjadi seperti surga dunia.
            Dari balik pintu, Uke muncul menyambutku. Kami kemudian duduk berdua-duaan di kursi teras. Perasaan damai menyelimuti hatiku. Sungguh tak enak rasanya merusak suasana damai itu dengan pertanyaan kecil soal namanya.
            Tapi, tekatku sudah bulat. Setelah berbasa basi, pertanyaan itu keluar juga dari bibirku.
            ”Ke, telah lama kita pacaran, tapi tak pernah kamu memberitahu kepadaku perihal nama panjangmu itu. Dan sekarang aku ingin kamu mengatakan sendiri nama panjangmu itu. Siapa sebenarnya nama yang sering menjadi teka-teki malam-malamku?”, kata-kata itu meluncur begitu cepat dari mulutku. Kupandangi wajah Uke. Jangan-jangan dia marah dengan pertanyaanku tadi. Tapi tidak, Uke tidak marah. Dia malah tertunduk.
            ”Mmmm...tapi janji ya, Ngga! Kamu nggak akan ambil jarak dariku setelah kamu tahu nama panjangku,” mulanya Uke berkelit seperti biasanya, tapi setelah aku mengangguk dengan tegas, Uke tampak luruh. Dia menggenggam tanganku erat, seperti sedang mencoba menghilangkan kelu di lidahnya.
”Ngga, nama panjangku.........Sri Suketmi,” wajahnya tertunduk lesu.
            Aha, Sri Suketmi!
            Kupandangi wajahnya. Diam-diam muncul juga rasa iba melihat wajahnya yang menunduk. Sepertinya dia malu saat mengucapkan nama itu.
            ” Terima kasih, Ke, kamu mau berterus terang. Kamu harus paham bahwa nama bukanlah jurang yang bisa memisahkan hubungan kita. Nama adalah anugerah yang diberikan kepada kita melalui orangtua kita. Kamu tidak boleh malu mengucapkan nama panjangmu, Ke! Kamu paham maksudku, sayang?”. Kuangkat wajah Uke dan kutatap bola matanya dalam-dalam. Sesaat kemudian, tampak senyum mengembang dari bibir manisnya. Dengan lega batinku berkata.
            ”Ah, Uke sayang, akhirnya kau paham juga dengan maksudku. Aku tidak mencintaimu dari nama, yang penting adalah ketulusan hatimu, Ke! Bukan sederet nama yang bagus.”
            Dan esok, bila teman-teman bertanya lagi, akan kujawab dengan tegas,
”Nama panjang pacarku adalah Sri Suketmi”.
            Masa bodoh dengan tawa yang akan kembali kudengar dari mereka, yang penting aku mencintai Uke bukan dari namanya saja, tapi semua kebaikan hatinya.


                                                                               
                                                                                    Published in Solopos,
                                                                                    Writen by Ikha Oktavianti
                                                                                    Minggu Kliwon, 18 April 2004

0 comments:

Post a Comment