28.9.10

BAIK menikmati Satnite di Plaza Palur

Meski sudah lama sekali tidak menari disini, bukan berarti aku tidak ada cerita. Justru karena kebanyakan cerita sehingga aku tidak ada waktu menarikan jemariku disini. Tapi mau memulai cerita darimana sampai bingung nih. 
Yasudah, malam ini, mumpung hawanya lagi malarindu gitu yah, jadi aku memutuskan untuk mengunggah foto terbaruku dengan kekasih :)





Palur Plaza, Sabtu malam, 18/ 09/ 2010
Ah, rasanya kalo ngliatin foto- foto bedua gini bawaannya tambah kangen aja, kapan lagi ya bisa jalan bedua gini. Sudah sibuk amat si kekasih itu, Senin sampai Jumat berkantor, Sabtu dari pagi sampai malam kuliah magister, Minggunya aku yang sering kaga bisa karena sibuk dengan keluarga. Huuhuu

Meski begitu, udah seneng banget deh punya kekasih yang rumah n kantornya engga jauh dari rumah, soalnya kadang suka nyuri- nyuri waktu buat ketemuan, sekedar berkelana mencari buryam buat breakfast, atau bertualang mencari soto buat lunch, atau berkeliaran mencari mie ayam n bakso buat dinner. Sekalinya ketemu cuma  makan doang, abis itu pulang lagi.. tapi gak papa lah.. 

Sabtu, tanggal 18 September kemarin itu emang pas kuliahnya kekasih baru hari tenang, jadi bisa santai, bisa free ngedate kaya ABG. Malam itu kita memutuskan untuk pergi ke Palur Plaza. 

Udah ada mall loh di Palur, tepatnya di sebelah utara pertigaan menuju Sragen dan Karanganyar. Dulunya, kita emang sempat dua kali kecele pas pergi ke mall ini, soalnya kita salah informasi. Hehe. Salahku juga sih, suka mendengar berita di TV tapi engga full, jadi suka salah tangkep, nah salahnya juga, mall ini tuh sering banget digosipin di TV jadinya aku ngira kalo mall ini udah dibuka gitulah.

Iya bener deh mall ini tuh sebelum dibangun hingga proses pembangunan sering masuk TV lokal gara- gara menuai banyak protes dan kontroversi di kalangan masyarakat setempat. Dari soal lokasi mall yang dianggap 'mengancam' matapencaharian masyarakat setempat,  hingga hal tempat parkir. Aku inget banget rencana pembangunan mall ini berkali - kali diprotes gara- gara alasan kenyamanan dan kelestarian pasar tradisional. Ya, bener sih, lokasi berdirinya mall ini cuma berjarak beberapa puluh meter dari Pasar Tradisional Palur, jadinya kasian masyarakat kecil yang udah tiap harinya bermatapencaharian di kawasan pasar harus  merasa 'terancam' dengan keberadaan Plasa Palur. Meski segmen pembeli sudah beda, tapi tetap saja deh bisa dipastikan transaksi di pasar tradisional bakalan terganggu. 

Kalo Masalah parkir itu yang diprotes tentang pengelolaannya, masyarakat setempat yang merasa mempunyai hak atas wilayah mereka menginginkan pemberian ijin mengelola lahan parkir, padahal kita tau kan, di mall - mall gitu parkirnya pasti udah dikelola di dalam. Kalo kemarin aku liat emang parkir masih dimonopoli pihak masyarakat setempat, jadi sekalinya ada motor masuk, langsung dihadang diarahkan ke parkir luar kawasan mall. hmm. yasudahlah.. biar parkir liar, asal tanggung jawab aja deh :) 

Tapi bagaimanapun kontroversi di kalangan masyarakat mengenai pembangunan mall ini, aku yakin mall ini bakalan jadi icon modernisasi kawasan Karanganyar-Sragen yang selama ini terkenal dengan stigma negatif sehubungan dengan ketertinggalan di kedua kota itu. yah, meski pas kami berdua berkunjung kesana kemarin itu masih sepi sih, food fourt juga baru satu dua aja yang buka, outlet juga masih satu dua yang udah display, cuma ada pameran di atrium plasa, oya di lantai atas juga ada timezone and tempat billyard loh.. pokoknya kedepan bakalan jadi tempat kongkow yang patut dipertimbangkan nih! 

Dan inilah dokumentasi kami.




16.9.10

Antara Aku dan Sandra (Sebuah Cerita Bersambung)


Antara Aku dan Sandra

“Setelah lulus, aku akan mengambil kuliah lanjutan di luar negeri…” begitu ucapnya tadi siang. Aku hanya mengangguk ketika ia mengucapkan keinginannya itu. Sungguh bukanlah sebuah impian tinggi bagi seorang Sandra untuk bisa mewujudkan keinginannya yang bagiku serasa mustahil itu. Sandra anak orang kaya, bapaknya pejabat tinggi di kota metropolitan sana, ibunya juga bukan sembarang ibu rumah tangga, beliau dari keturunan orang berada. Tak heran jika Sandra, teman dekatku itu, dari kecil sampai sekarang tumbuh sebagai si kaya tanpa cela. Di Solo ini, Sandra tinggal bersama neneknya, ia tak tinggal dengan orangtuanya di Jakarta karena ia lebih memilih hidup tenang di kota kecil yang damai seperti disini. Malam ini entah sudah berapa kali terlintas dipikiranku tentang Sandra dan kenikmatan hidupnya.
“Ah, andai saja aku juga terlahir dari keluarga kaya raya, pasti aku juga bisa dengan enteng bicara kuliah lanjutan diluar negeri,” gumamku  dalam hati, sambil menelusupkan jarum jahit pada kain flannel berpola yang kupegang. Minggu ini pesanan hiasan dari flannel sedang ramai, hingga belakangan aku kerap terpaksa tidak tidur untuk menyelesaikan pesanan. Meski yang terkumpul dari penjualan hiasan flannel itu masih uang kecil, tapi lumayan bisa menutup biaya kebutuhan hidup sehari- hari.
Beda dengan Sandra, aku memang terlahir dari keluarga yang diliputi kesederhanaan. Bahkan untuk urusan pendidikan, sampai detik ini Bapakku belum sempat menamatkan pendidikan S1 nya. Bisa dibilang sebuah keberuntungan karena dua puluh lima tahun silam beliau terjaring sebagai siswa teladan di sekolah kejuruan hingga kemudian mengantarkan beliau masuk sebagai salah satu tenaga pengajar berstatus Pegawai Negeri Sipil. Sementara ibuku sedikit lebih beruntung karena pada akhirnya dua tahun yang lalu beliau bisa menamatkan pendidikan kesarjanaannya. Aku tentu saja bangga, meski ibu meraih titel SP.d pada usia yang sudah kepala empat, tapi beliau masih bersemangat. Sama dengan Bapakku, Ibu pun juga sudah sejak dua puluh tiga tahun yang lalu terdaftar sebagai tenaga pengajar berstatus Pegawai Negeri Sipil. Yah, itulah kedua orangtuaku, bagi mereka, usia bukanlah halangan bagi siapapun yang ingin meraih cita-cita mulia. Pelajaran itu pula yang membuatku tetap survive sampai detik ini. Detik perjuanganku meraih gelar sarjana diusia muda. Meskipun banyak halangan dan kendala, tapi aku masih berharap bisa lulus sebelum tahun ini berganti.
Bukan hal yang baru bagi mahasiswa Sastra terutama Sastra Inggris, bahwa sistem kependidikan dan kelulusan di jurusan bersifat ekstrim dan berbeda dengan jurusan lainnya. Baik sistem perolehan nilai indeks prestasi maupun rata- rata lama studi, keduanya sama sulitnya. Bagiku, ini awalnya cukup menyiksa, mengingat banyak kawan dari jurusan lain sudah berkesempatan memakai toga di acara pengukuhan wisuda sarjana, sementara aku masih tertatih mengerjakan skripsi yang berulang kali harus revisi dan berulangkali pula harus nganggur karena ditinggal pembimbing kabur ke negeri tetangga. Namun itu dulu, sekarang aku dan semua teman jurusanku sudah hafal dengan keadaan dan kurasa cukup bisa legawa menerima kenyataan. Kalaupun masih saja ada yang menyindir dengan maksud memberi motivasi tapi melampaui batas, semuanya akan disimpan sebagai ungkapan perhatian saja. Ah, yang penting kan aku dan teman- teman seperjuangan di jurusan sudah mengerjakan sesuai prosedur jurusan.
Yah, beginilah aku, setiap kali bicara tentang kelulusan, setiap kali itu pula aku merasa perlu menjelaskan bahwa aku sudah melakukan apa yang dilakukan oleh mahasiswa yang ingin mempercepat waktu mendapatkan gelar kesarjanaan. Kalaupun banyak yang kecewa atau mencela karena keterlambatan yang memang sudah mentradisi di jurusanku ini, aku akan sangat paham.
Pikiranku kembali lagi menghadirkan Sandra dan kehidupannya. Beruntung benar ya, dia dulu masuk universitas ini lewat jalur swadana dan diterima di jurusan yang lumayan mudah prosedur kependidikannya. Mungkin juga predikat bapaknya yang pejabat itu memberi semacam ide atau inspirasi baginya memilih masuk jurusan Hukum. Ah, yang jelas pilihan Sandra kala itu adalah pilihan yang sangat tepat. Sama sepertiku, pilihanku mengambil kuliah di jurusan Sastra Inggris adalah pilihan yang beralasan dan aku mempercayai sebagai pilihan paling benar.
Aku dan Sandra sudah berkawan sejak SMP. Sandra seorang sahabat yang baik bagiku. Semua yang ada didirinya itu dambaan setiap gadis remaja, cantik yang natural, kulit yang putih bersih, rambut yang indah terawat, tubuh yang sintal semampai, serta senyumnya yang murah dan manis, aku berani menjamin siapapun yang melihat sahabatku itu pasti terpana. Meskipun ia dari kalangan orang atas, tapi tak pernah kutemukan sedikitpun bakat congkak di dirinya. Kalaupun ia pernah mengatakan cita-cita dan keinginan yang terlampau tinggi bagiku, tapi aku tak melihatnya sebagai sikap sombong, ia manusia normal yang mempunyai hak merencanakan masa depan sebaik mungkin layaknya orang kebanyakan.
Siang tadi memang aku dan ia janjian bertemu di sebuah warung makan sederhana favorit kita sejak SMA. Seperti sudah tidak bertemu dalam waktu yang lama, sehingga kami pun saling berbagi cerita hingga menyinggung cita- cita. Aku tak menyalahkan Sandra yang berbangga hati mengatakan Desember nanti dirinya sudah mendapat jatah kursi wisuda. Meskipun kala itu ia tak beruntung masuk universitas melalui jalur SPMB hingga terpaksa masuk melalui jalur swadana, itu bukan berarti ia tak pintar. Sebaliknya, ia sangat cerdas dan kukira bukan perkara yang sulit baginya meraih gelar sarjana secepat itu. Apalagi kudengar indeks prestasi komulatif kelulusannya mencapai rentang predikat cumlaude atau dengan pujian. Lengkap sudah bahagia dalam hidup seorang Sandra dimataku, termasuk cita- citanya mengambil kuliah lanjutan di negara tetangga itu.
Malam ini, dengan dibantu ibu, aku menyelesaikan hampir sepuluh hiasan flannel berbentuk boneka wisuda. Pekan depan memang ada wisuda periode pertama bulan September. Cukup menyenangkan mendapatkan pesanan cukup banyak dalam waktu seminggu ini, tapi juga menyedihkan karena boneka – boneka itu seakan mengingatkan perjuanganku mengejar wisuda. Ya sudahlah, semoga esok hari Dosen pembimbingku sedikit bersahabat denganku sehingga berkenan mempermudah jalanku untuk segera mewujudkan kelulusan yang didamba olehku dan semua orang yang menyayangiku itu.
Diam- diam aku mencuri pandang ke arah wajah lelah ibuku. Ia salah satu yang rasa sayangnya padaku tak pernah kuingkari. Wanita yang warna hitam pada rambutnya sudah pudar dan memutih itu tampak sangat letih malam ini. Namun jarinya masih cekatan menelusupkan jarum pada pinggiran kain flannel berpola. Ibuku memang luar biasa, meski hidup terasa semakin berat karena harga bahan kebutuhan yang selalu meningkat, tampaknya semangatnya masih berlipat. Tiada keluh kesah yang diucapkan, hanya senyum indah yang selalu bisa menghadirkan ketenangan. Aku sangat beruntung mempunyai ibu seperti beliau, meski bukan seorang ibu rumah tangga yang bisa mengawasi buah hatinya secara ekstra, tapi perhatiannya berkualitas luar biasa.
Sandra sering mampir kerumahku yang sederhana ini, ia bahkan sudah sangat akrab dengan keluargaku, dengan adik, bapak, dan ibuku. Sehingga apabila ada cerita tentang Sandra, mereka bisa mengikuti bahkan terkadang ikut menimpali. Namun malam ini aku tak bercerita banyak tentang pertemuanku dengan Sandra. Yah, aku tak ingin melihat ibu dan Bapak semakin berat berpikir tentang kesenjangan sosial yang semakin nampak diantara aku dan Sandra. Ibu hanya berpesan agar tetap berkomunikasi dengan Sandra meskipun kami sudah berbeda jurusan, lebih lanjut beliau berpesan agar kami tetap bersahabat meskipun nantinya jarak memisahkan kami karena pekerjaan. Aku diam saja dan mengangguk tanda setuju. Dalam hati aku berjanji, semua pesan ibu akan kuturuti. Sandra akan selalu menjadi sahabat baikku selamanya, meskipun diantara kami ada jenjang yang tak nampak. Pada ibu aku berucap, jika suatu saat jarak memisahkanku dengan Sandra, itu bukan hati kami yang akan merasa tetap dekat dan lekat. Lalu ibu tersenyum, sangat lega dan menenangkan.   





Legowo (curhat lagi)

Ada satu hal yang benar- benar membuatku terusik beberapa bulan terakhir, lebih tepatnya enam bulan terakhir. Hal yang harusnya bukan menjadi masalah berat bagiku serta orang- orang disekitarku. KELULUSAN. Yah, siapa sih yang tidak ingin segera lulus dan menyandang gelar sarjana? Dan pertanyaan tersebut kemudian akan berlanjut sampai ke persyaratan lulus. Hm, agaknya memang inti dari tema yang mengusikku belakangan adalah persyaratan kelulusan itu sendiri, alias skripsi.

Bagi kalian yang sedang dalam proses mengerjakan skripsi, jadikan tulisan ini menjadi motivasi untuk terus berusaha menulis dengan baik. Atau setidaknya tulisan ini akan menjadi jawaban sekaligus penjelasan mengapa sampai sekarang aku agak 'ketinggalan' dalam hal kelulusan dibandingkan dengan beberapa teman DARI FAKULTAS SELAIN SASTRA INGGRIS. Aku memang sengaja mempertebal tulisan tersebut, karena selanjutnya aku akan berbicara berdasarkan konteks situasi dan kondisi.

Sampai sekarang, aku selalu bersyukur bahwa aku termasuk orang yang beruntung namaku terpampang di deretan yang diterima menjadi mahasiswa di koran pengumuman penerimaan SPMB beberapa tahun silam. Meskipun bukan pada pilihan yang pertama, setidaknya aku bersyukur bisa terdaftar menjadi salah satu mahasiswa di salah satu jurusan favorit di sebuah universitas negeri di kotaku: UNS- Sastra Inggris. Jurusan yang kuambil memang bukan jurusan rekomendasi Bapak Ibuku. Bahkan mereka sebenarnya menyarankanku untuk mendaftar jurusan kependidikan saja. Pertimbangan kedua orangtuaku tersebut cukup tak beralasan dan mudah dipatahkan. Mereka merekomendasikan fakultas keguruan karena trah keluarga besarku notabene keluarga yang berdarah kependidikan. Maksudnya, dari keturunan simbah kakung-putri, mulai anak-anak serta menantu hingga cucu-cucu, hampir semuanya adalah tenaga pengajar semua, komplit dari yang guru TK, sampai Dosen, tak terkecuali ibunda dan bapakku adalah guru semua. Mulia bukan? Ya, sangat mulia dan membanggakan, karena dengan menjadi tenaga pengajar, otomatis kita mendapat dua berkah sekaligus, ibarat sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Mengapa bisa begitu? Karena menjadi tenaga pengajar itu selain mendapat gaji yang tetap (bahkan sekarang progresif), juga mendapat pahala yang tak pernah putus. Masih ingat kan, pelajaran agama, bahwa orang mati akan meninggalkan segala hal kecuali 3 amalan, yaitu, amalan doa anak sholeh, amalan jariyah, dan ilmu yang bermanfaat. Bila jadi tenaga pengajar, bukankah ilmu yang kita tularkan menjadi amalan yang tak pernah putus? Subhanallah. Allahu'alam bi shawab.

Namun, bukan aku kalau tidak ngeyelan. Tanpa mengingkari penjelasan mengenai amalan ilmu yang bermanfaat, kupikir semua orang bisa menjadi tenaga pengajar alias guru, tanpa perlu mengambil jurusan dengan spesifikasi kependidikan, dengan begitu kupikir akan lebih flexible jika aku memilih jurusan non kependidikan saja. Sehingga dengan segala pertimbangan yang diliputi konsekuensi aku tak menghiraukan rekomendasi Bapak Ibuku. Jangan dikira aku cuma awut-awutan nulis pilihan jurusan, meskipun aku anak pertama, dan kedua orangtuaku adalah orangtua yang memberi kebebasan penuh pada anaknya, tapi aku bertindak selalu dengan pertimbangan dan tentu saja tanggungjawab. Sejak dulu aku sangat terobsesi bisa abroad, entah urusan pendidikan atau pekerjaan, atau sekedar liburan. How Cool!!. Maka dari itu, kedua pilihan jurusanku pun kubuat yang mendekati dan memberi peluang mewujudkan obsesiku tersebut. Ujungnya, kala itu aku menulis Sastra Inggris UNS sebagai pilihan kedua setelah Ilmu Hubungan Internasional UGM.

Rupanya Alloh tidak memberiku kesempatan untuk bisa belajar di Kota Pelajar Jogjakarta, mungkin karena pertimbangan biaya serta jarak ya, sehingga Alloh memberiku kesempatan untuk kuliah di lokal Solo saja, tanpa perlu biaya kost, tanpa perlu jauh dari keluarga. Hm, Alhamdulillah.

Kini, setelah menempuh delapan semester, Alloh tetap memberikanku pelajaran- pelajaran manis dan berharga. Apalagi kalau bukan perkara kelulusan. Bukan masalah besar sebenarnya bila aku terpaksa harus mengambil semester sembilan guna melengkapi syarat kelulusanku. Namun, tampaknya beberapa orang terdekat menganggap hal ini sebagai masalah yang mengkhawatirkan. Hal itu kurasakan karena terkadang motivasi yang mereka berikan, sindiran yang mereka luncurkan, serta  hujan pertanyaan mereka kepadaku mengenai kelulusanku itu sudah melampaui batas... bukannya aku terganggu dengan pertanyaan atau sindiran atau motivasi yang mereka berikan, hanya saja aku merasa cukup tertekan dengan semua itu. Semoga aku masih bisa berpikiran positif sehingga masih bisa mengucapkan terimakasih yang tulus kepada mereka karena sudah bertanya tentang kelulusanku, kuanggap semuanya wujud dari perhatian mereka padaku.

Sedikit ingin berbagi saja, dan ingin memberitahukan bahwa akupun sudah berikhtiar dalam hal penyelesaian skripsi yang merupakan syarat mutlak kelulusan. Namun, ada saja yang kurang, tampaknya ini bukan lagi kesalahan personal,  mahasiswa sastra inggris lain hampir kesemuanya mengalami nasib serupa denganku. Ini kesalahan sistem dan harusnya segera dirombak. Mulai dari skripsi yang baru boleh diambil setelah semester delapan, sampai perkara dosen yang cukup sulit ditemui karena sebagian besar dari beliau itu sibuknya minta ampun serta idealis sekali pemikirannya. Bayangkan saja jika semester delapan mahasiswa sastra inggris baru bisa mengambil skripsi, padahal pengumuman pembimbing belum dibuat, dengan begitu, dengan siapa kami mengkonsultasikan judul dan ide skripsi yang akan kami tulis, wahai Bapak Ketua Jurusan Sastra Inggris? Untuk hal idealisme, memang tidak bisa dipungkiri, semua dosen Sastra Inggris adalah lulusan dari universitas luar negeri, bahkan ada sebagian dari mereka yang sampai sekarang masih kuliah luar negeri sambil dilajo, alias terbang sana sini untuk menyelesaikan doktoralnya. Ajiiib kan? Bisa dibayangkan betapa idealisme serta mobile-nya beliau itu mutlak sangat mengganggu ide penyusunan skripsi kami para mahasiswa sastra inggris.

Kata orang, pembimbing sangat berperan dalam nasib kelulusan.
Nasib teman saya, ada yang pembimbingnya meninggalkannya sampai dua bulan, tiga bulan, bahkan berlama lama di di negara tetangga untuk mengejar beasiswanya. Sampai pas balik lagi ke Indo, beliau lupa sama draft skripsi yang dulunya sudah diaccept, akhirnya teman-teman saya itu harus kelabakan cari ide baru yang kata beliau harus up to date. Ow ow ow. Am sorry to hear that, pals :(

Beda lagi bagi mereka yang mempunyai pembimbing dengan tingkat sensitivitas tinggi, bahkan untuk telepon aja tidak bisa langsung bicara, melainkan harus meninggalkan pesan kepada istrinya atau mailbox atau inboxnya. Dan malangnya, nampaknya pesan- pesan teman-temanku tidak sampai tujuan sehingga teman-temanku harus menunggu pertemuan tanpa kepastian... ditunggu di depan kantorpun, beliau acuh. sungguh kesiaan kamu, bebs :(

Aku sih cukup beruntung yah, punya pembimbing yang doktoralnya cukup di Malaysia, jadi meskipun ditinggalin terbang sana sini terus, paling tidak frekuensinya bisa kuperkirakan, paling yaa sekitar 3 minggu per bulan lah. Masih bisa ketemu sebulan sekali kalau beliau tidak absen karena masih jetlag. Dan tentunya sangat beruntung karena beliau tidak terus-terusan mencacat ide skripsi saya. Dulu sih dua kali sempat dapat ignorance karena beliau menganggap sistem pengumpulan data yang kuusulkan melalui Discourse Completion Test kurang valid, sehingga yaa, aku harus bikin lagi ide baru, yang kedua beliau menganggap ideku too broaden, jadi harus dipersempit, dan akhirnya scope skripsiku sekarang lebih simple dari sebelumnya. Wuuu... kereeen Bapak dosenku yang satu ini :)

Alhasil, karena kendala pada sistem seperti uraian diatas, tertulislah di buku- buku kenangan wisuda bahwa average kelulusan sarjana sastra dan seni rupa UNS adalah yang paling lama, yaitu rata-rata 5 tahun 5 bulan dengan average IPK kelulusan hanya 3,11. Kalau tidak percaya, pinjam kenalan, atau buka buku kenangan wisudamu, lalu lihat dan bandingkan angka average kelulusan sarjana sastra dengan sarjana lain, ambil contoh di fakultas ekonomi, average kelulusan hanya 3 tahun 11 bulan dengan average IPK 3, 24 berdasarkan buku kenangan wisuda UNS periode I tanggal 2 September 2010. Check it out! Ayoo kalian para mahasiswa ekonomi dan fakultas lainnya, kalian bisa lebih mudah mengejar impian kalian lulus cepat dan cumlaude, karena sistem pendidikan di fakultas kalian sangat bersahabat sehingga peluang kalian lebih besar!

Kini, aku sendiri sudah menginjak semester sembilan dan masih berkutat dengan perbaikan skripsi dan persiapan mental untuk pendadaran beberapa bulan mendatang, targetku sih mundur lagi karena bapak dosen sedang sibuk akhir- akhir ini. Namun hal ini bukan masalah lagi bagiku, yang penting aku sudah ikhtiar dan menjalankannya sesuai prosedur. Banyak yang off plan sih, sehingga resikopun harus diambil, apalagi seorang mahasiswa normal kan kuliahnya cuma delapan semester. Maka dari itu, sesuai perjanjian dengan orang tua, dan menggenapi konsekuensi di awal, mulai harus lepas biaya kuliah berikut biaya akomodasinya. Okedeh, aku tanggung jawab dengan pilihanku, semester sembilan aku mulai membayar sendiri biaya kuliah berikut biaya pembuatan skripsi, serta biaya akomodasi. Cara mendapatkannya? Yaa, aku harus putar otak agar rupiah bisa mengalir ke rekening. Alhamdulillah (lagi) aku termasuk beruntung dapat beasiswa, jadi biaya kuliah tak jadi masalah, tapi untuk biaya akomodasi yaa, tanpa ijazah sarjana, aku tetap berusaha mengasah kemampuan survival. Tetap mencobai berbagai bisnis yang tampaknya menarik dan mempunyai peluang. Jelita adalah cikal bakal bisnis yang kutekuni, sekitar empat tahun silam aku mulai menggunakan nama cantik tersebut sebagai label setiap usaha kecilku, Jelita Rent Comp, Jelita Cell, Jelita Collection, Jelita Shopinline, dan yang terakhir dalam proses adalah Jelita Accesories. Tampaknya ini nilai besar dan berharga yang bisa kupetik dari keputusan Alloh mengantarkanku pada setiap detik hidupku hingga sekarang ini, detik perjuanganku untuk menjadi maju, mandiri, dan patuh dengan konsekuensi :)

Alhamdulillah masih bisa survive. Thanks God :)

 
 
 
 
 
Life is what you make it !
This is my life. So enjoy this way!
 

12.9.10

Sedikit Rasa untukmu (Novika Trisky)



Rumah bercat ungu diatas sengaja ku download untuk seorang sahabat, Vika Ardila. Itu nama sandang yang kuberikan khusus untuknya, nama aslinya Novika Trisky Hardika. Agaknya bukan sejak dia 'menjanda', tapi jauh sejak ia dilahirkan, ia cinta mati dengan warna ungu. Atas alasan itu pula, sampai kapanpun aku selalu mengidentikkan dirinya dengan warna buah anggur: Ungu. Termasuk sebuah alasan mengapa aku memilih rumah bercat ungu diatas sebagai symbol sekaligus sebuah doa agar kelak ia bisa memilikinya. Amin. Hm, rasanya pasti lucu ya kalau suatu saat nanti ia tinggal dengan suami berikut anak-anaknya di rumah unik berwarna ungu seperti diatas. Dan pastinya, aku nih yang bakalan tetap setia anjang sana kerumah itu. Tentunya datang dengan rutinitas yang sama : menghabiskan spaghety dan beberapa juice hasil kreasinya. Hmm, yummy :) 

Vika, begitu saya dan teman2 kuliah memanggilnya, adalah seorang gadis ayu yang berkarakter kuat. Ia sangat judes, sangat galak, dan sangat memagari dirinya dengan lingkungan yang dianggapnya masih baru. Tapi jangan salah, ia tipe sahabat yang menyenangkan dan kocak. Bila dirunut, obrolan saya dengannya selalu gajebo, slenco, dan kaya akan kelakar. Hanya beberapa waktu terakhir saja, kira-kira sejak bulan April, tema obrolan kami agak berubah. Bisa dibilang agak serius, agak dewasa, agak dalem, agak mengena, dan agak melankolis. Penuh dengan 'agak', karena pada dasarnya arah obrolan kami berkisar di zona abu, berada di ranah yang tidak menentu. Intinya, dia belum waras tapi tidak juga gila. Sulit dideskripsikan bagaimana kami suka menghabiskan waktu dengan penuh canda tawa, tapi sekali dua kali pernah menangis bersama. Ah, dasar wanita!

Ia adalah sahabat yang separuhnya bisa dikatakan sebagai belahan hati. Buktinya banyak cerita yang mengalir justru dimulai dari urusan hati. Ia sedikit mengkritik. Meski hanya sedikit, sebagian bisa kuterima, sebagian kubantah, dan sebagian lagi kuabaikan. Hehe.
Meski begitu, aku suka ia yang seperti itu, yang selalu memberi masukan yang kuartikan sebagai buah perhatian kepadaku. Selalu saling mengisi hidup dan menyemangati. Aku suka bagaimana caranya memberitahuku sesuatu, seperti beberapa waktu yang lalu, ia utarakan sebuah usul dengan ucapan kurang lebih seperti ini:

'Aku kemarin baca artikel yang isinya Islam menganjurkan umatnya menggunakan tangan kanan untuk melakukan kebaikkan. Menggunakan jam di tangan itu suatu kebaikan karena jam adalah penunjuk waktu, dan waktu adalah sesuatu yang berharga dan bernilai positif. Jadi cobalah mengubah kebiasaan kita memakai jam tangan menjadi di tangan kanan.'

Ucapnya sambil melirik jam yang kukenakan di tangan kiri. Spontan, aku langsung setuju, dan seketika memindah posisi jamku di tangan kanan, sesuai sarannya. Sampai sekarang, perhatikan, aku selalu memakai jam di tangan kanan, dan selalu kuingat, itu atas usul sahabatku, Vika Ardila.

Asmo kinaryo jopo, alias Nama adalah doa, mungkin itu pula yang menyebabkan ia sekarang menjadi seorang yang berpotensi dengan karyanya di bidang tarik suara. Berkat nama belakang yang kusematkan itu kali ya, sekarang ia bergairah menjadi seorang musisi. hihi -aku ngarep dan nglindur!

Asal tau, dia bersama dua rekannya -yang juga sahabatku- sudah berhasil menelorkan sebuah atau mungkin bahkan beberapa buah video clip yang serius bakalan menjadi hit setelah Keong Racunnya- Shinta Jojo. Untuk karya- karyanya, aku sebagai sahabat, selalu mendoakan agar segera hit dan sukses buat mereka. Amin :)

Seorang gadis ayu lagi baik hatinya ini juga sedang mengusahakan sebuah gebrakan tentang seruan GO GREEN, ia mendemonstrasikannya secara langsung melalui aksi konkretnya gowes bersama Komunitas Sepeda Lipat Solo. Sempat iri juga, mengingat aku juga sering komplain terhadap semakin pekatnya polusi udara yang utamanya diakibatkan oleh sampah kendaraan yang -tidak munafik- sebagian berasal dari sepeda motorku sendiri. Tapi sayang, aku belum punya sepeda angin. Mau beli juga mahal, kan?. Besok deh, kalo udah punya, insyaallah join deh :P

Sebenarnya masih sangat banyak karakter yang menggambarkan siapa Novika Trisky yang tampak di mata dan hati saya. Hanya saja, tidak akan cukup space note ini untuk menuliskan segala yang ada pada dirinya. Vika, aku sengaja menuliskan namamu disini, sebagai sebuah inspirasi yang muncul di ketenangan malam ini. Dan untuk kebaikan serta kebersamaan kita selama ini, I'd like to say.. Thank you and never forget me!


Just like you often give it to me:
Hugs and kisses
:*

aku dan vika :)

Sedikit Rasa untukmu (cynditya)





Dua benda diatas cukup menjadi alarm kerinduanku kepada salah satu sahabat dekatku ini. Ya, benda diatas jelas sangat jarang bahkan tak layak dianggap sebagai 'benda favorit' seorang manusia 'normal' kecuali seorang Cindytia. Namun, tak perlu heran, wanita perkasa yang sms-nya paling sering nangkring di inbox N-70ku ini memang sering membutuhkan dua benda diatas; new diatabs & tolak angin.

Kapok lombok, begitulah mungkin sebuah pepatah yang tepat untuk mendeskripsikan kegilaannya pada sambal. Dalam hidupnya sehari- hari, sambal telah dianggap sebagai makanan pokok, mungkin bisa dikatakan hampir mensubstitusi nasi. Ironis. Itulah mengapa, ia tak pernah jauh-jauh dari salah satu benda favoritnya diatas; new diatabs. Ya, obat diare tersebut dipercaya manjur sebagai penawar perutnya yang kesakitan setelah melahap semangkok sambal.

Gadis yang berdomisili asal di ujung selatan wilayah Tawangsari ini bukan anak rumahan, terbukti ia sering mengendap- endap, mencuri waktu, nglimpekne orangtua agar bisa kelayapan ke kota setiap hari bahkan hingga malam menjelang. Tuduhanku bukan hanya isapan jempol belaka, terbukti karena aku pernah menjadi teman kriminalnya. Ceritanya, dulu aku pernah sekamar dengannya ketika magang di luar kota, dan semangat dolannya itu benar- benar menguatkan hobiku yang senada. Kebetulan saya juga anak pingit, maka kebersamaan dengan Cindy adalah kebebasan dolan tanpa batas tapi bertanggung jawab lo ya. Hihi. Yep, i like it.Gara- gara kebiasaan pengung itu pula, wanita penyuka distro items, motif kotak- kotak dan sepatu sneaker itu selalu menyiapkan Tolak Angin sebagai dopping kekebalan tubuhnya yang 'sebenarnya' ringkih.

Dia tomboy, dan dengan dandanannya yang ala kadarnya itu sering membuatnya tampak low profile. Tak banyak yang tau bahwa ia adalah penerus tahta Sinar Buana, sebuah kerajaan penghasil emas dan berlian dari hasil penjualan semen dan bahan bangunan. Suatu saat aku berniat menjadi rekan bisnisnya, biar bisa menikmati enaknya berleha- leha diatas spring bed sambil menikmati film yang diputar dari home theatre keren di sebuah private room di rumahku sendiri. Huwaaa. impian ini doa buatku, nduk :)

Ia memang sederhana dan terkesan kalem, tapi pada titik- titik tertentu ia menjadi sosok yang berani mengambil keputusan yang riskan sekalipun. Selain itu ia tipe pribadi yang nekat.

'Yang penting nekat, nduk.. yang namanya 'Akibat' ditanggung belakangan.'

Begitu semboyan yang selalu ia katakan padaku. Ada benarnya juga, kalau kita hanya punya niat tanpa modal nekat, ya tetap saja jalan di tempat, untuk apa saja berlaku nih. Nasehat yang akan selalu kuingat sebagai pegangan hidup sampai nanti- nanti, nih.

Gemar menyelundupkan komik ke dalam kamarnya, novel addicted, dan segala hal yang berkaitan dengan Tazmania, itu hal lain yang mengingatkanku pada sahabat baikku, Cindy. Mempunyai sifat dan sikap yang kuat sehingga sulit dikalahkan. Meski begitu, ia seorang sahabat yang 'aman' alias 'tak banyak cari gara-gara', karena itu, banyak sekali sampah yang sudah berhasil kumuntahkan kepadanya. Biar dia saja pintu utama dan terakhir, yang kupercaya sebagai tong pengurai sampah. Sehingga harapanku, setiap sampah yang kubuang kepadanya akan segera diurainya menjadi kompos, karena aku tak ingin sampah yang kubuang berbau busuk. Simpen ya, nduk :P

Yang kusebutkan hanyalah sedikit dari banyaknya karakteristik yang melekat pada diri seorang Guru Besar Cindy. Masih banyak cerita tentang hadirnya di dalam hidupku. Aku hanya berusaha mengungkapkan perhatian yang begitu dalam pada sahabatku ini. Aku menyayanginya dengan segala sifat dan sikapnya. Setiap kebersamaan dengannya adalah laksana ukiran indah diatas batu, kenangan indah yang terus membekas di hatiku. Dan untuk semua batu yang kita ukir bersama selama ini, I'd like to say.. Thank you and never forget me!


Keep Pengung forever :*


cindy sama aku pas nekat rafting di sungai progo :)