Pagi itu pagi yang indah. Pagi yang seakan dihiasi dengan mantra serta mentari yang berani menampakkan muka. Setelah mengguyur tubuh dengan air yang menyegarkan jiwa, kutuntun raga berkendara diatas motor biru yang masih prima. Aku berlarian menyusuri jalanan kota Solo yang mulai padat dengan deretan kendaraan dan mobil mewah yang berlalu meninggalkan asap yang mengepul memenuhi angkasa. Peluh mulai mengalir semakin deras dari pori kulitku, merembes membasahi balutan uniform dress warna hijau yang sedang kupakai. Setengah jam, akhirnya sampai juga aku di pelataran parkir pusat belanja di tengah kota .
Aku melenggang penuh suka cita, berdendang seperti tiada pernah diterpa prahara. Hidup tampak indah membawa wajah riang gembira. Aku bahagia, meski sudut hatiku kadang terluka, meski segenap ragaku menyimpan lelah yang tak pernah kurasa. Aku berjalan melangkahkan kaki ke arah pintu kecil di samping pintu besar lobby utama, sesekali melupakan beberapa pertanyaan yang sering hilir mudik di dalam kepala. Sebuah polemik tentang pekerjaan yang kujalani.
Front Promotion Girl, tapi orang lebih familiar dengan singkatannya; SPG. Yap ! Nggak sedikit orang kaget melihatku berdiri dengan dress attractive berlogo brand tertentu di sudut ruang pameran atau tempat belanja. Mereka lalu berbisik pada yang lainnya. Meski aku tak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi dari tatapan mereka, aku yakin mereka tidak membicarakan sesuatu yang baik tentang diriku atau mungkin tentang sesuatu yang aku lakukan.
Sejujurnya, akupun tak pernah punya impian menjadi seorang SPG, sebaliknya, aku begitu antusias ketika menyadari betapa aku membutuhkan pekerjaan yang banyak memberikanku pemasukan itu. Jelas saja, jika aku bandingkan materi yang kudapat selama sebulan penuh menjadi operator warnet sama dengan dua kali tiga jam berdiri dengan dandanan yang rapi sambil sesekali duduk santai menawarkan produk baik barang maupun jasa. Tak heran jika aku benar- benar mantap memutuskan untuk berhenti dari pekerjaanku yang pertama; operator warnet.
Aku memulai pekerjaan ini ketika masa tenggang setelah ujian masuk perguruan tinggi. Aku ingat sekali saat itu seorang teman SMA mengajakku ke salah satu tempat belanja dan memperkenalkan pekerjaan barunya; SPG. Pekerjaan yang menurutnya melelahkan sekaligus menyenangkan. Bagaimana tidak, dulu untuk SPG indoor pemula, fee hanya sekitar tigapuluh atau duapuluh persen dari fee SPG outdoor kawakan. Dan sudah pasti akupun pernah mengalami keduanya.
Syarat menjadi SPG sangat gampang, seseorang hanya perlu sebuah tubuh yang tinggi dan wajah yang enak dipandang. Nggak perlu paras yang cantik ataupun manis, yang penting enak dipandang. Masalah tinggi pun, aku banyak menjumpai rekanan yang nggak terlalu tinggi, yang jelas mereka menonjol dalam hal berkomunikasi. Seperti halnya aku, akupun merasa nggak tinggi, pun juga nggak cantik, tapi banyak orang bilang aku sangat cerewet. Yah, mungkin benar, itu yang membuat waktu weekend- ku habis oleh tawaran job.
Aku tersenyum ketika diminta bercerita mengenai dunia itu lagi, dunia yang telah membuka mataku lebar- lebar sekaligus dunia yang banyak sekali memberikan inspirasi. Ada satu hal yang paling aku ingat, kala itu awalnya aku memang mendapat larangan keras dari orangtua. Ayah bahkan pernah membuatku menangis bombay semalaman dengan nasehatnya yang pedas mengenai pekerjaanku yang baru. Tapi jangan sebut aku ahli bahasa kalau aku gagal meyakinkan bahwa dunia baruku itu aman. Melalui kata- kataku, penjelasanku, toh aku bisa meyakinkan mereka; orangtuaku. Aku selalu ngotot bahwa rumor negative yang sering dikaitkan dengan dunia SPG itu nggak ada faktanya sama sekali. Sebaliknya sekarang, setelah aku menyelaminya selama waktu yang sangat singkat, hanya sekitar tiga tahun saja, kini biarkan aku bercerita, lewat tulisan ini.
Sebelumnya perlu aku tekankan bahwa saat ini aku merasa yakin, sebuah prinsip memang sangat diperlukan dalam menjalani hidup. Prinsip yang membawaku terus berjalan di jalur track yang seharusnya. Prinsip yang menyelamatkanku sekalipun aku sedang berada dalam keadaan paling riskan. Prinsip yang terus menyadarkanku untuk segera berlari jika aku sedang berada di dunia yang bukan semestinya. Prinsip yang diajarkan sejak aku dilahirkan dari kandungan ibunda tercinta. Dan sampai sekarang aku punya prinsip. Setidaknya sebuah prinsip untuk selalu menjaga nama baik orang tuaku, keluargaku, agamaku.
23/05/2010
with my greatest thanking to God for every step in my life ..
to be continued...
0 comments:
Post a Comment