SEKELUMIT CERITA TENTANG JOGJA
Jesjesjes..
Kereta yang berwarna silver ini meraung- raung di tengah hiruk pikuk stasiun kota. Aku dan dia segera masuk dan mencari tempat duduk. Namun malang, lagi-lagi kami kehabisan kursi. Keadaan ini tak menyurutkan niatku untuk pergi ke Jogja, kota yang penuh sejuta kenangan indah bersamanya.
"Kamu pasti bahagia.." kata-katanya membuyarkan lamunanku.
Aku hanya tersenyum dan menggenggam erat jemarinya. Tak kurasakan lagi lelah hati yg kemarin kurasa. Kini yang ada hanya setumpuk bahagia dan suka cita.
Hari ini seharusnya dia dirumah saja, mempersiapkan diri menghadapi tes kerja dari Jakarta besok Senin. Tapi aku semakin manja ketika dia sibuk mencari sarana berangkat kesana. Seperti sewajarnya wanita, aku telah mengeluarkan jurus-jurus yang biasanya. Diam dan mengangguk bila ditanya, tak ada yang beda, hanya itu saja kadang kutambah dengan memasang muka kecewa, haha thats perfect! N now I’m going there with him :D
Jogja..
Ada apa dengan kota kecil itu?
Kenapa setiap jenuh aku selalu merindu hadir ditengah tengah damainya kota itu?
Aku bahkan tak kenal benar seluk beluk Jogja.. Tujuan wisata atau apalah.. No idea!
Tapi ada perasaan riang yang menyelinap ketika melewati setiap liku kota itu. Dan kini aku merasakannya kembali.
“You’ve got any idea??”, kata-katanya mendadak menghentikan gerakan jemariku yang sedang sibuk memenceti tombol keypad handphone. Sambil memasukkan handphone ke dalam tas, aku menoleh kearahnya, menatapnya dalam, tersenyum dan menjawabnya singkat.
“Lil bit”
Wajahnya terasa sangat lekat dengan wajahku. Dia kembali mengikhlaskan sebuah senyum simpul menghiasi wajahnya. Walaupun aku tahu, dia pasti akan sangat capek hari ini. Tiket ke Jakarta dengan keberangkatan pukul enam sore sudah dikantongnya dan siang ini aku tak punya hati memaksanya menemaniku melaju ke Jogjakarta. O my God, I know u must be tired, hanii…
“No prob!”, he said. “Kalau kamu tak punya tujuan di Jogja, lagi-lagi kita hanya akan menghabiskan waktu berjalan di sepanjang Malioboro, is it okay?!”.
“That’s a good idea!”, aku tertawa terkekeh melihat gesture tubuhnya ketika mengucapkan kata-katanya itu.
Satu jam tepat, akhirnya kereta ini berhenti di stasiun Tugu. Hiruk pikuk kembali memenuhi otakku. Keadaan yang hampir sama seperti ketika berada di stasiun Balapan tadi.
Aku kembali menginjakkan kaki di Jogjakarta. Kota yang selalu membuat hatiku menemukan kenyamanan yang sebenarnya, selain di atas talang genteng rumah tentunya. Tak peduli berapa ongkos yang harus kukeluarkan untuk sampai di kota ini, yang jelas aku akan merasa sangat puas bila sudah menginjakkan kaki disini.
Aku menghentikan langkah ketika menatap jalanan Malioboro yang seolah memutar ulang rekaman video dalam otakku. Satu dua pecahan memori menggantung di pikiranku. Lelaki di sampingku ini kulihat mulai terheran-heran dengan tingkahku, hal itu yang kemudian membuatku tersenyum geli ketika menatap wajahnya. Mulutnya tak henti bercerita, menceritakan keadaan sekitar yang mengundang perhatiannya. Sebuah bakat yang sepertinya tidak disadari dalam dirinya.
Mentari telah berada tepat di atas kepala. Panasnya menyulut semangat para pejalan yang berlalu lalang di sepanjang gang sempit Malioboro. Ada yang sekadar berjalan-jalan saja, tapi banyak juga yang tawar menawar harga barang belanja. Aku dan dia berjalan beriringan, tapi ada kalanya berjalan berurutan, let say, he always protects me...
Menyusuri habis jalanan Malioboro dengan segala aktivitas sibuknya membuatku lupa dengan segala kelelahan yang ditimbulkannya.
Yepp, I love this place, Jogja for the most part.
Yepp, I love this place, Jogja for the most part.
Beberapa jam waktu terbuang hanya untuk berjalan-jalan, lalu dia mengajakku berhenti di masjid besar di seberang Malioboro. Duduk berdua dibawah akasia, sambil menunggu waktu masuk sholat dhuhur.
“So, ini yang kau bilang bahagia??”, tanyanya mengernyitkan dahi.
“Yup!”, lagi-lagi aku tak pernah bisa mengungkapkan semua perasaanku langsung kepadanya dengan sejumlah kata-kata yang jelas. Hanya dengan menatap wajahnya saja telah bisa membuatku terdiam terbungkam menikmati desiran aliran darah menuju jantung yang semakin cepat rasanya. Ironis.
Dia kembali tersenyum.
“Glad to be your boyfriend. Cuma dengan mengajakmu ke Jogja bisa bikin kamu bahagia, ‘n nothing to do here…” tawa kita berdua pecah seketika.
Ya! Apapun itu, aku tidak kesini semata-mata untuk memuaskan hasrat belanjaku, aku juga tidak kesini untuk memuaskan hasrat makan gudeg-yang notabene makanan khas jogja-. Tapi aku kesini untuk mendapatkan lagi momen- momen indah itu bersamanya. Bersama seorang lelaki yang telah meluangkan waktunya untuk menemaniku merasakan lagi getaran-getaran asmara kala kita berkencan dan berjumpa. Serta kembali untuk menyampaikan salam-salam rindu pada setiap ruas jalan Jogjakarta…
“Aku bahagia bersamamu, sayang…”, I said clearly.
Hanii, I love u
Tulisan ini ditulis di atas kereta api Prameks
jurusan Balapan-Jogjakarta dan sebaliknya
Pada hari Sabtu, 13 Juni 2009
0 comments:
Post a Comment