My Amazing Yellow Life |
Hari kemarin saya mendapat undangan pernikahan salah satu teman SPG yang selama ini masih berhubungan dengan baik dengan saya. Yah, meskipun sudah setahun lebih saya meninggalkan 'dunia ceria' itu, tapi kenangan menjadi bagian yang hidup di dunia itu menjadi sesuatu yang 'tak pernah terlupakan' bagi saya. Saya banyak menemukan hal - hal baru yang diluar bayangan saya sebelumnya. Saya banyak menemukan cerita atau kisah yang 'menjebak', membuat saya berdecak dan ternganga.
Kala itu, bekerja atau bermain atau bahkan belajar, saya hampir tak bisa membedakan. Ya. Banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan setelah menyelami 'dunia ceria' itu. Banyak cerita menginspirasi yang mendewasakan hidup saya. Meskipun secara personal saya hanya mengenal dekat beberapa gelintir teman SPG, tapi mereka cukup mewakili perbedaan yang membuat hidup saya penuh warna. Diversiti yang berhasil membuka mata saya yang selama ini buta. Dimensi yang pantulannya memberi sinar, sehingga saya bisa keluar dari kegelapan tempurung hidup saya sebelumnya.
Saya memutuskan keluar dari pintu 'dunia ceria' itu sudah lebih dari setahun yang lalu. Alasan saya cukup simpel, saya ingin lebih fokus ke dunia perkuliahan saya, alasan lain, seseorang yang kemudian saya sebut sebagai kekasih saya itu yang menyarankan saya untuk segera bangun dan menatap kearah dunia luar yang katanya lebih valuable dibanding 'dunia ceria' yang saya maksud sebelumnya. Meskipun awalnya sangat sulit, karena.. yah, terus terang saya sudah merasakan nikmatnya hidup mandiri berkat 'dunia ceria' itu. Saya bisa membayar semua kebutuhan hidup saya, saya bisa memberikan sedikit kepada yang membutuhkan, bahkan saya bisa membuka rekening dan menjaga konsistensi menabung! Tapi keputusan saya sudah bulat, sehingga kemudian saya benar- benar pensiun, dan siap berhenti mengeruk financial dari dunia tersebut.
Sejak saat itu saya memulai hidup saya dengan sesuatu yang baru, yang menurut saya lebih valuable dan tak kalah memberi kesan dalam hidup saya. Guru honorer. Yah, dunia saya ini kemudian saya namakan 'dunia bahagia'. Alasannya, setelah menjadi tenaga pengajar dengan honor yang bisa dibilang 'jauh dari layak' itu, bukannya hidup saya menjadi 'melemah' seperti saya pikir sebelumnya, karena saya pikir saya akan jadi 'miskin' dan 'kembali bergantung' pada orangtua saya. tapi sebaliknya, saya justru menjadi sangat bahagia. Bahagia bisa berasal dari mana saja, bukan hanya dari jumlah financial semata. Yah, meskipun tidak munafik, financial sangat influential dalam pencapaian bahagia hidup. Tapi sepertinya istilah 'dunia bahagia' memang yang paling pantas untuk menyebut kebahagiaan yang saya dapatkan selama saya menjadi sukarelawan di almamater saya. Baik secara financial, maupun secara spiritual.
Secara financial, entah kenapa, ada saja rejeki yang saya terima diluar honor mengajar. Tak tanggung- tanggung, rejeki yang saya terima itu bahkan nominalnya lebih besar beberapa kali lipat dari honor yang saya terima perbulan. Ada saja sumbernya, yang pastinya halal.. beberapa contoh, tiba-tiba beberapa tawaran job translate berdatangan -cukup riskan bahkan saya dipercaya mentranslate versi Inggris summary disertasi ibunda mas Bayu yang -alhamdulillah- sekarang telah mendapat gelar doktoral tersebut, tak berhenti sampai disitu, tiba- tiba beberapa tulisan saya terdahulu 'dihargai' dan jerih payah saya beberapa tahun lalu tiba-tiba kembali 'dibayar'. Saya hampir tak pernah membayangkan akan mendapat banyak berkah dari 'dunia bahagia' saya ini. Dan tentu saja saya selalu bersyukur kepada Alloh SWT atas limpahan rejekiNYA kepada saya. Alhamdulillah..
Secara spiritual, saya sendiri merasakan hidup saya banyak berubah. Rasanya jiwa dan hati ini menjadi tentram. Sepertinya bukan hanya saya yang merasakan perubahan dalam diri saya, banyak teman saya yang merasakan saya telah reinkarnasi- dari saya yang semula 'cengengesan' dan 'ra gagasan' alias cuek bebek, berubah menjadi seseorang yang sering mengirim pesan singkat 'i miss you, buddies' atau sekadar menanyakan kabar mereka. Efeknya luar biasa bagi saya, karena respon teman- teman saya sangat menggembirakan dan tentu saja saling menyemangati. Tidak hanya sampai disitu, kemudian banyak yang tiba- tiba mempercayai saya mendengarkan keluh kesah mereka. Tentang kisah asmara mereka, tentang persahabatan, tentang keluarga, tentang hidup mereka pribadi, dan banyak hal. Yah, saya memang bukan psikolog yang bisa memberikan solusi terbaik untuk setiap masalah yang mereka curhatkan kepada saya, disisi lain, saya hanya manusia biasa yang hanya bermodal dua lubang telinga saya untuk mendengar semua keluh kesah mereka. Saya juga punya naluri dan perasaan yang biasa saja, sehingga kadang saya tak memberi solusi baik, tapi hanya memberi mereka semangat untuk bangkit. Bagi saya semua yang mereka ceritakan kepada saya adalah sebuah kejujuran dan kepercayaan, sehingga saya tak akan menganggap remeh curhatan mereka - insyaallah-. Selain saya memberi sedikit unek- unek saya -yang kadang gila- saya juga mendoakan mereka, agar mereka selalu diberi kemudahan serta dilimpahi kebahagiaan dalam hidup mereka, just like me. yea, the best for you all my friends, my family, Amin ya robbal alamin...
Saya rasa postingan saya kali ini benar- benar tak beraturan, tapi saya harap ini bisa jadi refleski bagi saya pribadi, untuk menjadi lebih BAIK kedepannya. Ya, saya mencintai hidup saya, saya menghargai setiap moment dan adegan yang terjadi didalamnya. Saya ingin selalu menjadi lebih BAIK, dalam hal apapun. Saya ingin menjadi seseorang yang bahagia dan membahagiakan. Saya tidak ingin berhenti sampai detik ini. YES, I am a lovable maiden wanna be- as always.
Banyak hal dalam hidup yang ternyata hikmahya baru kita tahu setelah hidup itu sendiri berjalan. Hidup saya memang sederhana, tapi saya selalu melihatnya dengan sudut pandang saya, sehingga saya menemukan titik yang kemudian menyadarkan saya bahwa saya harus selalu bersyukur karena ternyata hidup saya LUAR BIASA indah. Terimakasih Tuhan, atas hidup yang sangat indah :)
Diary of an ordinary
Sebuah perenungan penutup bulan Juli
30/07/2010
Ikha Oktavianti