9.8.10

My Future dream II

Sebelum membaca yang kedua, akan lebih bijaksana apabila meluangkan sejenak waktu untuk membaca part I disini.

Siang ini kau sudah meneleponku lebih dari tiga kali, setiap kali kuangkat, kau selalu tertawa kecil dan berbisik tak bisa berkata banyak. Katamu, ada surprise yang ingin kau ungkapkan padaku, tapi tidak bisa kau katakan lewat udara, melainkan harus bertatap muka. Aku semakin penasaran dan tak sabar menunggumu pulang dari kantor. Seharian penuh aku terus menerka- terka semua kemungkinan surprise yang kau maksud. Tapi nihil. Aku tak bisa menerka. Kau begitu pintar membungkus surprise itu.
Sorenya ketika kudengar suara mobil yang kau kendarai itu, aku segera keluar rumah menuju garasi. Aku bersama si bungsu yang berjalan tertatih- tatih. Kau keluar dari pintu mobil sebelah kanan, sementara si sulung berlarian ke arahku setelah menutup pintu mobil sebelah kiri. Hari ini hari pertama si sulung masuk Sekolah Dasar Terpadu, seperti impian kita sejak dulu, akhirnya si sulung kita sekolahkan ke salah satu sekolah terpadu unggulan di kota ini.
Kau tersenyum sangat lebar dan segera mencium keningku berikut mencium si bungsu yang kegirangan menyambutmu. Kau membisikkan kalimat yang tak pernah lupa kau ucapkan padaku, begitu ekspressive.
‘I love you, bunda’, bisikmu. Kemudian kubalas dengan senyum manja sambil mengendorkan ikatan dasimu. Kini si bungsu tak meronta, ia sudah bisa berdiri sendiri dengan pijakan kedua kakinya.
‘I have something for you, dear’, katamu pada si bungsu setelah mensucikan kaki dan tanganmu di kran air depan rumah. Kau selalu melakukannya sebelum masuk rumah, dan memang itu menjadi salah satu aturan di keluarga kecil kita. Barangsiapa baru saja datang ke rumah setelah bepergian, maka harus mensucikan diri dulu sebelum masuk ke dalam istana kita. Kau dan aku tak pernah menginginkan ada syaitan yang masuk melalui kotoran atau najis yang menempel di jiwa atau raga kita. Semoga Alloh SWT selalu menjaga kesucian istana kita yang sederhana ini dengan kuasaNYA. Amin.   
Si bungsu merengek padamu, makhluk kecil itu seakan mengerti arti dari kata- kata yang baru saja kau ucapkan. Wajahnya yang lucu terus menempel mendekapmu. Aku selalu tertawa melihat tingkah lucunya itu. Sementara kau menggoda si bungsu dengan bingkisan kecil yang kau bawa, aku mendekati si sulung yang juga baru saja selesai mensucikan kaki dan tangannya dari najis.
‘Hows your day, dude?’, tanyaku. Aku membiasakan diri menggunakan bahasa Inggris ketika berkomunikasi dengan kedua jagoan kecilku ini. Ini salah satu mimpiku, bahkan sejak sebelum kita menikah, aku selalu mengusulkannya padamu tentang berbagai caraku mendidik mereka, dan kau dengan bijaksana selalu menyetujuinya. Ini demi kebaikkan mereka. Aku ingin mendidiknya menjadi seorang multilanguage, selain terbukti sangat membantu proses akuisisi bahasa anak, juga meningkatkan potensi otak mereka, informasi tersebut kudapatkan saat aku mengikuti kuliah ‘Language Acquisition’ di Jurusan Sastra Inggris beberapa tahun silam.
Si sulung meraih tanganku, mencium punggung tanganku dan menempelkan kedua pipi chubby-nya ke kedua pipiku bergantian. Ia berucap dengan semangat.
‘Everything’s alright, Bunda.. I’m happy’, teriaknya girang, sambil setelah itu aku membantunya melepas tas punggung warna hitam bergambar robot dari punggung. Ia sendiri yang kemudian menjinjing kedua sepatunya ke dalam rumah dan meletakkan di rak sepatu.
‘Good job, sayang!’, pujiku untuk kemandirian jagoan cilikku itu, diikuti jempol yang kuarahkan kepadanya. Dia membalasnya dengan gesture serupa, sambil tentu saja melemparkan senyum, senyum berlesung pipit, senyum yang manis seperti senyummu; senyum Papanya.
Tak lama setelah banyak bercerita mengenai hari pertama di sekolahnya, si sulung mengajak si bungsu bermain di ruang tengah. Beberapa robot- robotan dan miniature motor gede tumpah ruah di hadapan mereka. Di tengah keasyikan mereka bermain berdua, kau mendekatiku. Kau membelai rambutku yang panjang dan tetap kupelihara hitam. Kau menatap kedua bola mataku dalam. Kemesraan ini sama persis dengan hari – hari yang lalu. Dalam sayup- sayup suara gaduh di ruang tengah, kau ungkapkan surprise yang sedari tadi sudah kutunggu.
‘Bunda, aku dipromosikan!’, katamu sambil mendekap tubuhku. Aku bisa merasakan kebahagiaan yang meluap-luap di hati dan terpancar di wajahmu.
‘Alhamdulillah, I love you, hanii… jangan lupa bersyukur, sayang’, aku menyambut dekapanmu, sangat erat. Aku sangat bahagia mendengar surprise yang baru saja kau ucapkan itu. Kau dan aku tak bisa berhenti mengucap syukur dari semua rasa bahagia tiada tara ini. Terimakasih ya Rabb, Engkau selalu melimpahi keluarga kecil kami dengan barokahmu.   Alhamdulillahirabil’ alamin… 



** an extraordinary dream in my ordinary life :) 
IKHA OKTAVIANTI



           

0 comments:

Post a Comment