7.4.11

Mimpi Anisa

Mimpi Anisa





Aku terbangun, lalu menyandarkan kepalaku ke tembok kamar. Mengulum senyum, mengingat sebuah mimpi indah malam ini.

Orang bilang: mimpi adalah bunga tidur. Tapi tidak bagiku. Aku selalu mempercayai bahwa semua mimpi adalah pesan tersembunyi untuk digali. Memang benar begitu, aku percaya, sejak beberapa kejadian dalam hidupku kurasakan sama dengan mimpi - mimpi yang sebelumnya menghiasi tidurku, ah aku benar- benar percaya.

Aku tau ia akan datang lagi esok hari, berjalan melewati gang kecil depan sekolahku ini. Berpakaian rapi, menjinjing tas kotak dan bersepatu necis berwarna hitam mengkilap. Oleh sebab itu aku selalu rajin bangun pagi, berharap sampai di sekolah lebih awal, tentu saja agar bisa memandangnya berjalan tegap tepat di depan gerbang. 

Ia pria yang selama ini telah membuat hatiku cenut- cenut. Dari perawakannya yang gagah, cara berjalan yang tegap, dan terkadang ia melemparkan senyum ramah ke arahku. Ya, ke arahku.. dan pagi kemarin adalah kali ke sepuluh ia tersenyum kepadaku.

Sejak aku memimpikannya dua bulan yang lalu, entah mengapa aku selalu memburunya. Seolah ia mempunyai magnet yang khusus menarik perhatianku.. Atau bukan hanya aku? Ah, yang jelas ia telah berhasil mengalihkan duniaku.

Pagi ini, seperti biasa, aku bangun pagi- pagi sekali. Setelah shalat Subuh dan mengaji, aku segera membantu ibu membereskan pekerjaan di dapur. Pukul 6 pagi aku bergegas berangkat sekolah, padahal jarak rumah dan sekolah hanya 2 km, sepuluh menit mengayuh sepeda angin juga sudah sampai. Ah, semua itu tidak masalah, asalkan bisa memandang pria berkemeja rapi itu berjalan di depan gang sekolah dan menyunggingkan senyumnya kepadaku. 

LIMA BELAS menit lebihnya dari pukul enam, aku sudah bersiap duduk di sebuah kursi di bawah pohon akasia di depan kelas VII, kelasku. Aku membuka lembar kesekian dari buku berjudul Ilmu Alam yang sedang kupangku. Buku setebal batu bata yang isinya kebanyakan berisi gambar- gambar makhluk hidup dan istilah- istilah latin yang sulit dicerna. Sambil berkali- kali aku mendongakkan kepala, sekedar meyakinkan pria tegap itu sudah tampak di depan mata. 

Jilbab putih yang kukenakan melambai- lambai diterpa sembirit angin pagi. Hampir setengah jam telah berlalu sejak aku duduk menanti sendiri. Kini beberapa teman mulai berdatangan. Mereka berjalan berduyun- duyun memasuki gerbang sekolahan. Dan pria yang kutunggu- tunggu itu belum juga muncul.. Aku jadi gelisah. Merasakan ada yang kurang di pagi ini, hingga bel masuk sekolah berbunyi dan aku berjalan gontai memasuki ruang kelas.     

Sejak pelajaran jam pertama, aku merasa tak bisa fokus dan tak bersemangat. Seolah ada yang kurang hari ini, dan aku yakin.. itu karena sinar pengharapan dari pria yang kutunggu itu tidak nampak.

Sepanjang jam pelajaran, dalam hatiku membuncah tanya, berharap menemukan kalimat kausatif yang  pas untuk menjawab alasan mengapa pria itu tidak datang. Pria yang selama ini menghiasi mimpi- mimpiku dengan keindahan. Pria yang .... dewasa, meskipun aku tak tahu persis berapa usianya.

-continued





    


1 comments:

Ulatbulu said...

mantap :D

folback yaa
http://hiphiphu.blogspot.com

thanks ^__^

Post a Comment